Pendidikan Anti Korupsi untuk Generasi Muda Anti Korupsi
Pendidikan Anti Korupsi untuk Generasi Muda Anti Korupsi
Oleh: Ahmad Miftakhus Surur, 1403036008, MPI 2A
Masalah besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah
maraknya kasus korupsi diberbagai element masyarakat. Dari kepemimpinan tingkat
atas atau bahkan rakyat pun bisa tersandung kasus korupsi tersebut. Entah
dilakukan dengan sengaja atau tidak, namun sejatinya tindakan korupsi pastilah
terjadi karena adanya kesempatan untuk melakukannya. Akibat maraknya kasus ini
di Indonesia, Indonesia disebut sebagai salah satu Negara korup yang justru
mayoritas beragama Islam. Tindakan tercela tersebut jika sudah dikaitkan atas
nama agama, pastilah membawa banyak pengaruh buruk pada pengikut agama
tersebut.
Korupsi dilihat dari sudut pandang apapun, baik
agama maupun hukum adalah tindakan yang salah. Salah, karena merugikan Negara
dan membuat orang lain sengsara. Hal tersebut sesuai dengan definisi korupsi yang tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999
atau UU Nomor 20 tahun 2001, tentang Tindak Pidana Korupsi adalah perbuatan
setiap orang baik pemerintahan maupun swasta yang melanggar hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara.
Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan orang lain.
Apabila tindakan itu tidak segera diberantas, kehidupan rakyat golongan bawah
akan semakin sulit mempertahankan hidup dan Negara juga akan terpuruk pada
ketidakmakmuran dan ketidaksejahteraan.
Sebenarya, tindakan korupsi tidak hanya dilakukan oleh golongan
orang yang berkedudukan tinggi saja, namun secara langsung kita bisa melihat
kelapangan dimana para akademis juga bisa melakukan segala cara untuk melakukan
keuntungan sebesar-besarnya tanpa harus bersusah payah. Misalnya saja seorang
dosen atau bahkan guru yang enggan mengajar dan hanya menitipkan tugas pada
muridnya untuk dikerjakan tanpa mau bersusah payah berangkat mengajar namun
tetap mendapat gaji setara dengan dosen atau guru lain yang melakukan proses
pengajaran. Tindakan itu mungkin simple, tapi tanpa sadarpun itu telah
merupakan tindakan korupsi dalam lingkup akademis. Secara umum faktor penyebabnya adalah dorongan dari dalam diri sendiri seperti kehendak atau keinginan untuk melakukan tindak korupsi dan faktor rangsangan dari luar seperti adanya kesempatan dan kurangnya etika moral para pelaku.
Di kurikulum pendidikan yang baru, pemerintah menetapkan adanya
pendidikan karakter. Sebenarnya awal diadakannya pendidikan karakter adalah
untuk meminimalisir tindakan korupsi bagi generasi muda penerus bangsa. Tidak
hanya dalam aspek pengetahuan (kognitif) tentang larangan berbuat korupsi,
namun aspek afektif dan psikomotorik sendiri sangatlah diperlukan oleh
masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini mengakibatkan adanya pendidikan
karakter tersebut disemua jenjang pendidikan.
Dalam konteks pendidikan anti korupsi ini, generasi muda menjadi
sorotan utama yang perlu diperhatikan proses pemahamannya tentang tidak korupsi
karena generasi muda merupakan aset bangsa Indonesia yang akan meneruskan
perjuangan atau pengurusan bangsa ini. Namun
kita tidak boleh hanya menekan pada aspek pendidikannya atau para pendidiknya
karena perbuatan tercela tidak akan hilang hanya pada orang yang berpendidikan
tinggi. Selain aspek pendidikan, keluarga memiliki peranan yang penting dalam
menghambat adanya tindakan korupsi diantara keluarganya. Misalnya, orang tua
harus memantau SPP atau biaya- biaya privat dari anaknya serta menanam nilai
moral dari perbuatan tercela tersebut pada anaknya sejak dini. Orang tua juga
harus memberikan contoh dan tuntunan yang baik kepada anaknya. Karena
sesungguhnya terhindarnya diri dari tindak korupsi akan membawa manfaat yang
banyak bagi kita. Diantara manfaatnya adalah sifat jujur, displin, peduli
terhadap sesama, taat pada hukum Negara, dan selalu bersyukur kepada Allah Azza
Wajalla.
Comments
Post a Comment