artikel tentang DINAMIKA ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM MENGHADAPI MODERNITAS
DINAMIKA
ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM MENGHADAPI MODERNITAS
ABSTRAKSI
Bangsa
yang besar adalah bangsa yang terus berpijak pada akar budaya, dan kemanapun bangsa tersebut berkembang.
Seberapa erat sang penerus menjaga akar kebudayaanpun akhirnya menjadi suatu
faktor tertentu kebesaran sebuah bangsa. Budaya Jawa, sebagai salah satu ragam
budaya yang dimiliki bangsa kita yang tengah berdiri menghadapi tantangan yang
juga menjadi tantangan setiap budaya di dunia modern.
Dalam hasil karya tulis ini penulis mendeskripsikan
tentang “DINAMIKA ISLAM DAN BUDAYA JAWA DALAM
MENGHADAPI MODERNITAS”.
Penulisan karya tulis ini menjelaskan tentang bagaimana perpaduan nilai Jawa
dan Islam serta nilai budaya Jawa Islam di tengah modernisasi. Penulisan karya
tulis ini bertujuan untuk menganalisis dan melihat bagaimana budaya Jawa Islam
dalam menghadapi modernitas, serta apa nilai yang dapat diambil darinya.
Hasil penelitian yang di dapat menunjukan bahwa
masalah ini ternyata
tidak menyebabkan budaya Jawa luntur, tetapi justru diperkaya dan diperhalus,
melalui proses asimilasi dan akulturasi.
A. PENDAHULUAN
Bangsa
yang besar adalah bangsa yang terus berpijak pada akar budaya, kemanapun bangsa
tersebut berkembang. Apalah arti ilai adiluhung yang terkandung dalam budaya
tersebut apabila kelak akan terhenti pada
suatu generasi. Seberapa erat sang penerus menjaga akar kebudayaanpun
akhirnya menjadi suatu faktor tertentu kebesaran sebuah bangsa. Budaya Jawa,
sebagai salah satu ragam budaya yang dimiliki bangsa kita yang tengah berdiri
menghadapi tantangan yang juga menjadi tantangan setiap budaya di dunia modern.
Kita
patut bersyukur bahwa sejak dahulu budaya Jawa tumbuh sebagai budaya yang
memiliki stabilitas dan fleksibilitas yang tinggi terhadap perubahan-perubahan
disekitarnya. Nilai-nilai serta pemikiran-pemikiran yang terkandung di dalamnya
pun tak pernah langka oleh waktu, menjadikannya sebagai budaya yang kokoh
menghadapi gerusan zaman. Namun, tentu itu semua tak lepas dari kewajiban kita
dalam menjaga kelonggaran dalam budaya Jawa.
Berdasarkan
latar belakang diatas permasalahan yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai
berikut.
1.1 Bagaimana
Perpaduan Nilai Budaya Jawa dengan Islam?
1.2 Bagaimana
Nilai Budaya Jawa Islam ditengah Modernisasi?
Karya
tulis ini disusun guna untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia.
Selain itu karya tulis ini berfungsi sebagai pengetahuan tentang bagaimana
bertahannya nilai-nilai budaya Jawa Islam di tengah modernisasi. dan juga
sebagai penambah wawasan tentang bagaimana berpadunya nilai budaya Jawa dengan
Islam.
B. TEORI
Dalam
bahasa Indonesia menurut Koen Tjaraningrat, kata kebudayaan sebelum mendapat
imbuhan (awalan ke dan akhiran an) adalah budaya yang berasal dari bahasa
Sansekerta budahayah, yaitu bentuk jama’ dari kata buddhi (budi atau akal). Ada
pula yang menyebutnya bahwa kata budaya adalah perkembangan dari kata majmuk
budidaya yang berarti daya dari budi, yang itu berupa cipta, karsa dan rasa.
Oleh karna itu, kata kebudayaan dalam pengertian yang demikian adalah hasil
daya cipta, karsa dan rasa manusia.
Menyinggung
tentang modernisasi, kata “modern”, “modernitas”, dan “modernisasi” merupakan
pengertian-pengertian abstrak yang sudah sangat populer. Dan yang lebih
menonjol dari modernitas yang kita hadapi sekarang adalah teknikalisme atau
pandangan yang serba terkait dengan teknologi, karena adanya peran sentral
teknikalisme serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan itu maka
orang-orang menyebutnya zaman sekarang sebagai “technical age”
Disisi
lain Karkono kamajaya memberikan batasan tentang kebudayaan Jawa, yaitu
perwujudan budi manusia Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide, maupun
semangat untuk mencapai kesejah teraan, keselamatan dan kebahagiaan lahir
batin. Menurutnya, kebudayaan Jawa telah ada sejak zaman prasejarah. Dengan
datangnya agama Hindu dan Islam, maka kebudayaan Jawa kemudian menyerap unsur
budaya-budaya tersebut sehingga menyatulah unsur pra Hindu, Hindu-Jawa, dan
Islam dalam budaya Jawa tersebut. Jadi, nilai budaya Jawa yang telah terpadu
dengan Islam itulah yang kemudian disebut budaya Jawa Islam.
Berkaitan
dengan sifat budaya yang terbuka menerima unsur-unsur budaya lain, Franz Magnis Suseno menilai bahwa budaya Jawa
memiliki ciri khas yang lentur dan terbuka. Walaupun suatu saat terpengaruh
unsur kebudayaan lain, tetapi kebudayaan Jawa masih dapat mempertahankan
keasliannya. Dengan demikian, inti budaya Jawa tidak larut dalam Hinduisme dan
Budhisme, tetapi justru unsur dua budaya itu dapat “dijawakan”. Hal ini terjadi
karena nilai budaya Jawa pra Hindu yang animistis dan magis sejalan dengan
Hinduisme dan Budhisme yang bercorak religius magis.
C. PEMBAHASAN
Perubahan
suatu lingkungan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan, dan
perubahan kebudayaan dapat pula terjadi karena mekanisme lain, seperti
munculnya penemuan baru atau inventation, difusi, atau akulturasi. Islam masuk
ke Jawa, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang mengandung nilai yang
bersumber dari animisme, dinamisme, Hindu, dan Budha. Dengan masuknya Islam, maka pada waktu
selanjutnya terjadi perpaduan antara unsur-unsur pra Hindu, Hindu-Budha, dan
Islam.
Faktor
yang mendorong terjadinya perpaduan nilai-nilai budaya Jawa dan Islam salah
satunya yaitu secara alamiah, sifat dari budaya itu pada hakekatnya terbuka
untuk menerima unsur budaya lain. Karena lapangan budaya berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, maka tidak ada budaya yang dapat tumbuh terlepas dari
budaya lain. Lalu terjadinya interaksi manusia yang satu dengan lainnya
memungkinkan bertemunya unsur-unsur budaya yang ada dan saling mempengaruhi. Dalam
realitas memang ada sebagian unsur budaya yang memiliki pengaruh dominan
terhadap individu atau kelompok, tetapi tidak ada budaya yang tumbuh terisolir
dari pengaruh budaya lain. Karena manusia yang memproduksi dan memakai hasil
budaya itu adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan masyarakat
lain, maka terbuka kemungkinan untuk menyerap nilai-nilai budaya dari orang
lain yang dijumpainya, dan dipandang cocok.
Selain
sifat dasar budaya yang terbuka, perpaduan nilai budaya Jawa Islam tidak
terlepas dari sikap toleran walisongo dalam menyampaikan ajaran Islam ke tengah
masyarakat Jawa yang telah memiliki keyakinan pra Islam yang sinkretis itu.
Dengan metode manut ilining banyu para wali membiarkan adat istiadat Jawa tetap
hidup, tetapi diberi warna nilai keislaman, seperti acara sesajen diganti
kenduri atau slametan. Sesajen yang mulanya disertai mantra, kemudian dalam
selametan dialihkan untuk membaca kalimat thoyyibah.
Dari
sejarah terciptanya kesepakatan para wali dalam mentolerir budaya Jawa pra
Islam itu diketahui bahwa keputusan tersebut bersifat sementara, sewaktu masa
transisi antara budaya Jawa Kuno yang bersumber pada Animisme, Dinamisme,
Hinduisme, dan Budhisme, berpindah pada budaya Islam. Yang mengusulkan adat
istiadat Jawa seperti sesaji atau selamatan itu diberi rasa keislaman adalah
Sunan Kalijaga. Pendapat itu awalnya memperoleh sanggahan dari Sunan Ampel yang
mengkhawatirkan orang Islam nantinya akan memandang adat istiadat sesaji
tersebut berasal dari ajaran Islam. Perbedaan pendapat itu dikompromikan oleh
Sunan Kudus yang dapat menyetujui pendapat Sunan Kalijaga, dengan alasan agama
Budha juga memiliki kesamaan ajaran sosial dengan Islam yang menganjurkan orang
kaya menolong orang miskin.
Dalam
pandangan Sunan Kudus, kenduri sebagai pengalihan bentukdari sesajimemiliki
nilai sosial yang tinggi. Dengan membagikan nasi kenduri kepada tetangga akan
menciptakan kerukunan sesama manusia, dan perbuatan itu juga diperintahkan
Islam. Keputusan mentolerir adat jawa pra Islam itu menurut Solichin Salam
bersifat sementara, dan para wali mengharapkan setelah proses Islamisasi
berhasil, akan ada pemeluk Islam yang menjelaskan duduk persoalan adat istiadat
Jawa yang diberi baju keislaman tersebut. Sampai sekarang, tradisi slametan
masih hidup dikalangan orang-orang Jawa Islam, dengan motivasi penyelenggaraan
yang beragam. Ada sebagian yang masih percaya para kerangka budaya yang
animistis, tetapi ada pula yang melaksanakan dengan kerangka budaya Islam
dengan tujuan sodaqoh.
Paling
tidak ada dua faktor yang mendorong terjadinya perpaduan nilai-nilai budaya
jawa dan Islam tersebut, yaitu yang pertama, secara alamiah, sifat dari
budaya itu pada hakekatnya terbuka untuk menerima unsur budaya lain. Karena
lapangan budaya berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, maka tidak ada budaya
yang dapat tumbuh terlepas dari budaya lain. Lalu yang kedua, yaitu sikap toleran walisongo dalam menyampaikan
ajaran Islam ke tengah masyarakat Jawa yang telah memiliki keyakinan pra Islam
yang sinkretis itu.
Menyinggung
tentang nilai budaya Jawa Islam di tengah modernisasi atau Kebudayaan Jawa di
tengah arus globalisasi, masyarakat Jawa pengusung kebudayaan Jawa tidak bisa
tidak terbawa arus glombang masifikasi budaya-budaya dan etnik-etnik yang ada
di Indonesia dan belahan bumi mana saja. Nilai budaya Jawa Islam sulit berubah
dimasa modern ini karena berkaitan dengan keyakinan keagamaan dan adat
istiadat. Dalam konteks terjadinya perubahan kearah modernisasi yang berciri
nasionalistis, matrealistis, legaiter maka nilai budaya Jawa diharapkan
dijadikan sebagai tantangan global. Diantara nilai keuniversalan itu terletak
pada niali spiritual yang religius magis.
Nilai
yang religius magis pada era modern ini juga ditemukan pada
budaya-budaya bangsa di negeri ini, tidak terbatas pada budaya Jawa. Maka nilai
ini tampak akan hidup di masyarakat, dan masyarakat menganutnya karena adanya
berbagai faktor penyebab antara lain nilai spiritual Jawa yang sinkretis, yang dalam
realitasnya tidak mudah hilang dengan munculnya rasionalisasi diberbagai segi
kehidupan karena diperlukan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup yang
muncul di abad modern. Namun, dalam kenyataannya masyarakat, ada adat istiadat
Jawa yang telah mengalami pergeseran sehingga dipandang tidak memiliki nilai
magis lagi, tetapi sekedar bernilai seni. Misalnya, rangkaian upacara dalam
perkawinan.
Kehidupan
spiritual dibutuhkan pula oleh manusia modern disaat terjadi persaingan ketat
yang menuntut profosionalisme dan kualitas tinggi di berbagai bidang. Hal ini
menyebabkan banyak orang stres, dan mereka mencari ketenangan batin,
diantaranya dengan kembali pada tradisi spiritual Jawa Islam yang sinkretis.
Tidak mengherankan jika di era modern ini upacara yang sejak dulu telah
mengakar di masyarakat, yang bersifat religius magis banyak dilakukan
lagi seperti tradisi pembuangan sial.
Kehidupan
spiritual di era modern ini secara umum memang tampak mengalami peningkatan,
termasuk di kalangan masyarakat Jawa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
orang mulai merasa pengaruh negatif dari budaya modern yang hanya menonjolkan
logika dan materi, tetapi kering dari nilai spiritual. Mereka cenderung
mengutamakan hal yang bersifat materi dan rasional, tetapi melupakan nilai
sosial dan batiniah. Sejalan dengan hal itu, maka banyak orang merindukan
ketenangan batin dan lahiriyah mereka keajaran agama dan kehidupan spiritual
termasuk spiritualitas Jawa Islam, yang mulai banyak dilirik kembali oleh
masyarakat modern.
D. KESIMPULAN
Sewaktu Islam masuk ke tanah Jawa,
masyarakat telah memiliki kebudayaan yang mengandung nilai yang bersumber pada
kepercayaan Animisme, Dinamisme, Hindu,dan Budha. Dengan masuknya Islam, maka terjadi
akulturasi dan asimilasi budaya-budaya tersebut yang kemudian disebut budaya
Islam. Selanjutnya, adanya enkulturasi yang dilakukan oleh raja maupun
masyarakat Jawa, walaupun telah mengalami pergeseran, sebagaimana lazimnya
budaya lain yang mengalami perubahan, sesuai dengan situasi dan kondisi
mesyarakat pencipta kebudayaan tersebut.
Dengan sifat budaya Jawa yang lentur,
diharapkan nilai-nilai budaya Islam modern menyebar secara global.dalam
komunikasi antar budaya yang pernah terjadi antara budaya Jawa dengan budaya
Hindu, Budha, dan Islam, ternyata tidak menyebabkan budaya Jawa luntur, tetapi
justru diperkaya dan diperhalus, melalui proses asimilasi dan akulturasi. Dan
untuk berkomunikasi itu budaya Jawa memiliki prinsip yang mendukung elastisitas
tersebut, misalnya filsafat tentang “keselarasan sosial” dan membangun
kesejahteraan umat manusia.
Comments
Post a Comment